PT HIP "Berburu Emas Hijau" di Desa Lonu, Masyarakat dan Mahasiswa Tolak Keras Survei Lahan
" PT HIP "Berburu Emas Hijau" di Desa Lonu, Masyarakat dan Mahasiswa Tolak Keras Survei Lahan "
BUOL - Tim survei lahan Sawit PT Hip di Kabupaten Buol mendapat penolakan keras sejumlah elemen masyarakat di Kabupaten Buol khususnya masyarakat desa Lonu bersama para Mahasiswa, tokoh pemuda dan pemerintah desa setempat.
Penolakan publik memuncak setelah pada 10 September 2025 PT HIP mengajukan surat izin kepada pihak kecamatan untuk melakukan survei lahan di wilayah Desa Lonu.
Menurut salah satu tokoh muda asal Buol di Kota Palu, penolakan masyarakat cukup berdasar karena wilayah tersebut rawan bencana alam seperti banjir yang sering menenggelamkan permukiman warga.
Dulu sebelum adanya perusahaan sawit, banjir tidak perna meluap sampai ke permukiman warga, namun setelah adanya perusahaan sawit, banjir menghadang dan merusak permukiman serta infrastruktur vital lainya.
"Jujur sebagai warga desa Lonu, kami menolak adanya pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, apapun alasannya " terang Nawar putra asli Desa Lonu saat ditemui di salah satu warkop di Kota palu.
PT. HIP BERBURU EMAS HIJAU DI DESA LONU
" Berburu emas hijau" lahan sawit diduga merupakan praktik ekspansi yang tidak bertanggung jawab yang dapat menyebabkan petaka lingkungan seperti hilangnya hutan, kepunahan keanekaragaman hayati, dan kerusakan ekosistem, serta masalah sosial dan ekonomi.
Cukup di wilayah Kokobuka, Modo dan wilayah sekitarnya, jangan lagi di desa Lonu, kami trauma dengan banjir setiap saat, ini bukan penolakan tapi suara hati yang terdalam, kebun sawit bukan menguntungkan bagi kami tapi justru petaka yang menyebabkan banjir dampak dari hutan gundul di hulu sungai.
PEMERINTAH DESA LONU BEREAKSI KERAS
Pemerintah desa merespons tegas dengan mengeluarkan surat penolakan pada 11 September 2025, namun perusahaan tetap memaksakan pelaksanaan survei dengan alasan lahan tersebut termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT.HIP.
Mohammad Iqbal, mahasiswa Buol yang sedang menempuh studi di Gorontalo, menyatakan sikap tegas mewakili pemuda perantau.
“Tanah Pogogul bukan hanya soal ruang hidup, tetapi juga simbol harga diri masyarakat Buol yang tidak bisa dibeli dengan alasan investasi. Kami tidak akan tinggal diam. Tanah itu milik rakyat, bukan milik perusahaan yang datang hanya untuk merusak,” tegas Iqbal.
Menurutnya, klaim HGU yang disampaikan PT HIP sebenarnya diterbitkan pada 1998 oleh Badan Pertanahan Nasional. Namun selama lebih dari dua dekade lahan tersebut tidak dimanfaatkan oleh perusahaan, sementara masyarakat Desa Lonu telah mengelolanya sebagai kebun rakyat.
Terkait persoalan tersebut, Kepala BPN Kabupaten Buol Mardianto mengaku akan segera menindak lanjuti hal tersebut bersama pemerintah daerah.
" In syaa Allah besok Sy ada janji dgn Pemda,menindaklanjuti hasil dialog pada tgl 24 September lalu,berkaitan dgn penyelesaian masalah PT. HIP. Kita lihat pekan depan ini, mudah-mudahan ada waktu lowong." sebutnya.
